SKRINNING GANGGUAN TIROID 48-72 Jam setelah bayi dilahirkan
Penanganan anak yang didiagnosis hipotiroid kongenital bisa dilakukan dengan upaya pemberian terapi obat. Terapinya murah dan sederhana hanya dengan obat yang ukurannya kecil dan dikonsumsi seumur hidup," kata Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Aman Bhakti Pulungan.
Jika hipotiroid kongenital terlambat didiagnosis membuat anak mengalami gangguan pertumbuhan, perkembangan motorik, serta intelektual. Hal ini akan menyebabkan anak jadi tidak produktif.
Direktur Kesehatan Keluarga Kementerian Kesehatan, dr Eni Gustina, MPH., mengatakan, bayi yang terlahir dengan gangguan tiroid akan terjadi hambatan pada pertumbuhan dan perkembangan otak dan tulang anak.
Eni mencontohkan, kasus anak usia tiga tahun yang mengidap Hipotiroid Kongenital hanya setinggi 64 centimeter.
"Oleh karena itu penting untuk melakukan screening setelah bayi lahir/ Skrinning Hipotiroid Kongenital (SHK)," ungkapnya.
Idealnya anak dilakukan pengecekan gangguan tiroid pada usia 48-72 jam pasca kelahiran. Jika dilakukan lebih cepat dari waktu tersebut kemungkinan anak masih memiliki tiroid dari ibu. Bila terlambat diobati akan menghambat pertumbuhan dan perkembangan bayi dan berakibat kecacatan.
Di Indonesia, kata Eni, masih sangat sedikit masyarakat maupun fasilitas dan tenaga kesehatan yang melakukan pengecekan tiroid pasca kelahiran.
"Faktor utama tidak dilakukannya pengecekan tiroid karena masyarakat tidak mau anaknya diambil darah melalui telapak kaki untuk kepentingan pengecekan," tambahnya.
Kelainan bawaan sangat penting untuk dapat dideteksi/diskrining sejak bayi lahir, bahkan semasa dalam kandungan. Tujuannya agar dapat segera diobati. Dengan melakukan skrining Hipotiroid Kongenital sedini mungkin, dan dilakukan pengobatan secepatnya maka diharapkan dapat menghasilkan tumbuh kembang anak sesuai potensi genetiknya.
Tetap terhubung dengan kami untuk Update info terbaru agenda-agenda PTM Kementerian Kesehatan Indonesia.