Peneliti : Pola makan buruk/menu tidak sehat penyebab satu dari lima kematian  '

Peneliti : Pola makan buruk/menu tidak sehat penyebab satu dari lima kematian

09 April 2019

Satu dari lima kematian di seluruh dunia terkait kebiasaan makan yang buruk, kata para ahli, Kamis (4/4). Para pakar memperingatkan konsumsi gula, garam, dan daging yang berlebihan membunuh jutaan orang setiap tahunnya, kantor berita AFP melaporkan.


Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) memperkirakan sekitar satu miliar orang di seluruh dunia mengalami kekurangan gizi, sedangkan hampir dua miliar mengalami “kelebihan gizi”.


Namun studi terbaru mengenai tren diet global, yang dirilis oleh jurnal The Lancet, menunjukkan dalam hampir 195 negara yang disurvei, dijumpai masyarakat mengkonsumsi terlalu banyak jenis makanan yang salah. Dan mereka mengkonsumsi makanan sehat dalam jumlah yang sangat rendah. Analisis yang dimuat di jurnal kesehatan Lancet, menemukan bahwa menu makanan yang kita konsumsi sehari-hari menjadi pembunuh terbesar dibanding merokok dan kini menjadi penyebab 1 dari 5 kematian di seluruh dunia.


Rata-rata orang di perbagai tempat di dunia mengkonsumsi minuman mengandung gula  sepuluh kali lebih banyak dari jumlah konsumsi yang disarankan dan 86 persen berlebih sodium per orang dari batas yang dianggap aman.


Studi tersebut juga memperingatkan terlalu banyak orang yang mengkonsumsi lebih sedikit gandum utuh, buah, kacang-kacangan dan biji-bijian untuk menjaga gaya hidup sehat. Studi tersebut meneliti tren konsumsi dan penyakit antara 1990-2017.


Sekitar 11 juta kematian diseluruh dunia diakibatkan oleh pola makan yang buruk. Sejauh ini, penyakit kardiovaskuler, yang biasanya disebabkan atau diperburuk oleh obesitas, masih menjadi pembunuh utama.


“Studi ini menegaskan apa yang sudah dipikirkan oleh banyak pihak selama beberapa tahun – bahwa pola makan yang buruk bertanggung jawab menyebabkan kematian dibandingkan faktor risiko lainnya di dunia,” kata peneliti studi tersebut, Christopher Murray, Direktur Institut Metrik dan Evaluasi Kesehatan di Universitas Washington.


“Penilaian kami mengindikasikasi faktor-faktor risiko terkait diet adalah konsumsi sodium yang tinggi dan konsumsi makanan sehat yang rendah.”


Garam - baik yang terkandung dalam roti, kecap asin atau berbagai makanan olahan - menjadi penyebab tingginya kematian dini.


Para peneliti mengatakan penelitian ini bukan tentang obesitas, namun menu makanan yang "buruk" bisa merusak organ tubuh kita yakni hati dan menyebabkan kanker.



Laporan Lancet


Pada Januari, sebuah konsorsium yang terdiri dari puluhan peneliti menyerukan perlunya perubahan dramatis dari cara makan di seluruh dunia.


Laporan EAT-Lancet mengatakan populasi dunia harus mengonsumsi kira-kira setengah daging merah dan gula, dan dua kali lebih banyak buah-buahan, sayur-sayuran dan kacang-kacangan untuk menghindari epidemik obesitas di seluruh dunia serta “bencana” perubahan iklim.


Para peneliti studi tersebut mencatat bahwa ketidakadilan ekonomi adalah satu faktor pemilihan pola makan yang buruk pada banyak negara.


Studi tersebut menemukan, saran para dokter untuk mengkonsumsi “lima-dalam-sehari” konsumsi buah dan sayur hanya menghabiskan dua persen dari penghasilan rumah tangga di negara-negara kaya. Tapi di negara-negara miskin, syarat konsumsi sehat tersebut memakan setengah dari penghasilan rumah tangga.


“Studi tersebut memberikan kepada kami bukti yang bagus tentang apa yang harus menjadi target untuk memperbaiki diet dan tentunya kesehatan pada tingkat global dan nasional,” kata Oyinlola Oyebode, profesor dari Fakultas Kedokteran Warwick, yang tidak terlibat dalam penelitian.


“Kekurangan buah, sayur, dan gandum utuh dalam pola makan di seluruh dunia sangat penting – namun faktor pola makan lain yang disoroti dalam studi itu adalah konsumsi tinggi sodium.” tandas Oyinlola seperti yang dilansir VOA (5/4)


Negara-negara dengan pola makan berisiko paling rendah


Laporan studi ini menyoroti berbagai variasi kematian yang terkait pola makan antara berbagai negara. Uzbekistn tercatat sebagai negara dengan risiko tertinggi dengan angka laju kematian akibat makanan sepuluh kali lipat dari Israel, yang memiliki risiko paling rendah.


Negara-negara di kawasan Mediterania, khususnya Prancis, Spanyol dan Israel, memiliki jumlah kematian terendah di dunia terkait menu makanan ini.


Sebaliknya negara-negara di Asia Tenggara, Selatan dan Tengah berada di ujung spektrum yang berlawanan.



  • Israel memiliki jumlah kematian terendah terkait menu makanan - 89 per 100.000 orang per tahun

  • Uzbekistan memiliki jumlah kematian terkait menu makanan - 892 per 100.000 orang per tahun


Grafik
Grafik kematian di berbagai negara yang diakibatkan terlalu banyak mengonsumsi garam.(Grafis :BBC)


Presentational white space

Jepang dan Cina memiliki kekayaan yang sangat kontras yang mencerminkan perubahan hubungan mereka dengan garam.


Cina mengonsumsi banyak garam dengan kedelai dan saus asin lainnya yang menjadi bagian penting dari masakan negara itu.


Namun meningkatnya popularitas makanan olahan memperkenalkan lebih banyak garam dalam makanan mereka. Itu sebabnya jumlah kematian di negara ini sangat tinggi dibanding negara lain.


Prof Murray mengatakan: "Jepang sangat menarik karena jika Anda kembali ke 30 hingga 40 tahun yang lalu, mereka seperti Cina sekarang memiliki asupan garam yang sangat besar.


"Garam masih menjadi masalah nomor satu bagi mereka, tetapi telah turun secara dramatis,


"Dan mereka mempunyai banyak menu makanan yang kita anggap  bisa melindungi dari terkena penyakit jantung seperti sayuran dan buah."



Apa saran pakar?


Prof Murray mengatakan: "Kualitas menu makanan itu penting, tidak peduli berapa pun berat badan Anda.


"Hal utama yang perlu ditindaklanjuti adalah tingkatkan asupan seperti, gandum, buah-buahan, kacang-kacangan, biji-bijian, sayuran dan kurangi konsumsi garam jika Anda bisa."


Namun uang menjadi masalah.


Diperkirakan jika membeli lima jenis buah dan sayuran sehari akan menghabiskan 52% pendapatan rumah tangga di negara-negara miskin.


Tetapi Prof Forouhi memperingatkan: "Masyarakat dapat membuat pilihan yang lebih sehat jika terus diedukasi dan memiliki sumber daya, tetapi jika yang sedang didiskon di rak toko selalu tidak sehat, maka pesan itu gagal".


"Pilihan yang lebih murah yang sehat sangat dibutuhkan."


Keduanya sepakat perlu ada pergeseran dari fokus pada nutrisi (lemak / gula / garam) dan makanan seperti apa yang seharusnya dikonsumsi khalayak.


Sumber : Voa, BBC /edt nt



Artikel Lainnya

Newsletter

Tetap terhubung dengan kami untuk Update info terbaru agenda-agenda PTM Kementerian Kesehatan Indonesia.

Agenda Mendatang
17 November 2024
Hari Diabetes Sedunia (World Diabetes Day) “Diabetes and Well-Being, Kelola Diabetes, Sejahterakan Hidupmu”
17 November 2024
Roche World Diabetes Day - 17 November 2024
26 November 2024
Webinar Hari Diabetes Sedunia 2024 "Diabetes and Well Being, Kelola Diabetes, Sejahterakan Hidupmu"
19 November 2024
Webinar Seri 3 Pasca Stroke: Tata Laksana pada Pasien Stroke di FKTP
05 November 2024
Webinar Seri 2 Hari Stroke Sedunia 2024 "Pre-Stroke: Pencegahan Stroke pada Kelompok Berisiko Tinggi di FKTP"
Selengkapnya