Sutopo Purwo Nugroho meninggal dunia karena kanker paru meskipun juru bicara Badan Nasional Penanggulan Bencana (BNPB) tersebut diketahui hidup sehat termasuk tidak merokok.
Ini menimbulkan pertanyaan apakah sudah cukup langkah yang diambil untuk mencegah para perokok pasif terkena kanker paru.
Pemerintah, di antaranya lewat kebijakan Kawasan Tanpa Rokok, sebenarnya mengharapkan peristiwa ini tidak terjadi karena sudah diterapkannya peraturan ini di berbagai tempat.
"Kami mempunyai program bersama dengan Direktorat Pencegahan Penyakit Tidak Menular yang kita kenal sebagai Kawasan Tanpa Rokok. (Ini) akan memberikan perlindungan kepada perokok-perokok sekunder maupun perokok-perokok tersier, dengan memberikan sarana untuk para perokok primernya," kata Riskiyana, Direktur Promosi Kesehatan, Kementerian Kesehatan kepada Nuraki Aziz yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.
"Di sekolah, di kantor, tempat beribadah, itu memang bukan merupakan daerah yang tersedia tempat untuk merokok," tambah Riskiyana.
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyebutkan Sutopo yang dikenal mudah diakses masyarakat ini terkena penyakit ini karena lingkungan kerjanya.
"Sudah terkonfirmasi dengan sangat kuat bahwa beliau meninggal karena kanker stadium empat. Beliau juga mengatakan beliau tidak merokok, tetapi beliau juga mengakui bahwa lingkungan kerjanya adalah penuh dengan asap rokok, alias beliau sebagai perokok pasif," kata Tulus Abadi, Ketua Pengurus Harian YLKI.
Pihak BNPB sendiri menyangkal lingkungan kerjanya menyebabkan Sutopo terkena kanker karena mereka telah menerapkan peraturan Kawasan Tanpa Rokok.
"Kita punya ruangan tersendiri, yang memang ruangan itu masing-masing ber-AC. Dan bagi mereka yang memang perokok, mereka tidak pernah merokok di tempat ber-AC. Mereka pasti pergi yang khusus yang smoking room," kata Rita Rosita Simatupang, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat BNPB.
"Kalau dikatakan Pak Sutopo itu berinteraksi, berhubungan langsung dengan orang-orang yang merokok, kok saya melihatnya jarang beliau berkumpul-kumpul atau bersamaan dengan orang-orang yang perokok," kata Rita sambil menambahkan di bagiannya terdapat satu orang perokok dari 15 keseluruhan staf.(BBC)
Berbagai pihak memandang masih perlu diselidiki apakah benar penyebab kanker paru hanya karena lingkungan pekerjaan karena masih terdapat berbagai faktor yang kemungkinan dapat menyebabkan penyakit mematikan ini.
"Saya tidak mengatakan bahwa penyebab kanker paru itu pasti dari rokok dengan kondisi tertentu. Jadi misalnya perokok dengan merokok satu, dua, lima, sepuluh, satu pak, tentu akibatnya tidak sama," kata Riskiyana.
Sementara YLKI mengatakan berdasarkan penelitian medis, perokok pasif tetap berkemungkinan terkena kanker, meskipun memang tidak sebesar para perokok aktif.
"Memang kalau, belum tentu itu terjadi dari rokok, tetapi potensi-potensi medisnya membuktikan bahwa perokok pasif itu risiko terkena kankernya empat kali lipat dibandingkan yang bukan perokok pasif. Dan perokok aktif potensinya 13,6 kali lipat terkena kanker paru dibanding yang tidak merokok," kata Tulus Abadi.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan merokok adalah penyebab utama kanker paru dan mengakibatkan lebih dua pertiga kematian di dunia.
Paparan asap terhadap perokok pasif di rumah dan tempat kerja juga meningkatkan risiko terkena kanker paru.
Merokok adalah penyebab utama penyakit paru kronis dimana paru yang dipenuhi mukus menyebabkan batuk menyakitkan dan masalah pernafasan.
Di lingkungan perkantoran seperti Kemenkes, sebenarnya berbagai langkah pencegahan telah dilakukan mulai dari saat pendaftaran sampai ke proses kenaikan jabatan.
"Semua orang yang ada di Kementerian Kesehatan, itu tidak dibolehkan merokok. Orang yang mengajukan diri sebagai calon pegawai negeri di Kementerian Kesehatan dari depan sudah membuat statement bahwa dia bukan perokok. Yang akan mendapatkan promosi juga terjadi persyaratan yang bersangkutan tidak merokok," kata Riskiyana dari Kemenkes.
"Di tempat-tempat yang lain tentu akan ada teguran atau bahkan tindakan dari pemilik yang bersangkutan untuk melakukan hukuman terhadap mereka yang perokok. Misalnya di kereta api itu bukan daerah tempat merokok, maka bagi perokok akan diturunkan pada stasiun berikutnya," tambah Riskiyana.
Undang-undang Kesehatan sebenarnya sudah mengatur tentang Kawasan Tanpa Rokok dan masing-masing daerah harus mengeluarkan peraturan turunannya.
Dari 500-an pemda di Indonesia, sudah lebih 60% mengeluarkan berbagai peraturan, seperti perda atau perwali.
Tetapi untuk mengantisipasi masa depan langkah ini dipandang tidaklah cukup, oleh YLKI, karena berbagai peraturan juga harus diperkuat dengan panutan para pejabat tinggi.
"Memperkuat regulasi tentang Kawasan Tanpa Rokok itu dengan perda yang ada, dan juga pimpinan-pimpinan pemerintah itu harus punya, harus kasih contoh. Ini sudah gawat sekali," kata Tulus Abadi.
Survei riset kesehatan dasar menyebutkan bahwa prevalensi kanker di Indonesia meningkat dari 1,4% di tahun 2014 sekarang menjadi 1,8%.
Sembilan puluh juta orang Indonesia itu terpapar asap rokok sebagai perokok pasif, dua belas juta di antaranya berumur 0-4 tahun.
Sedangkan perokok aktif di sembarang tempat dan di rumah berjumlah lebih dari 75 juta orang.
Tetap terhubung dengan kami untuk Update info terbaru agenda-agenda PTM Kementerian Kesehatan Indonesia.