Melawan Obesitas dengan Bariatric Surgery'

Melawan Obesitas dengan Bariatric Surgery

21 November 2016

Saat berbagai macam metode penurunan berat badan sudah dicoba tapi tidak juga menunjukkan hasil yang positif, apalagi yang bisa kita lakukan untuk bisa menurunkan berat badan berlebih?


Jawabannya adalah bedah bariatrik (Bariatric Surgery). Di negara kita memang metode bedah bariatrik ini masih sangat jarang dipakai, padahal di negara tetangga kita, Filipina, bariatric and metabolic surgery yang sudah diperkenalkan di negara itu 8 tahun yang lalu ini sudah sangat populer dan banyak yang memakainya untuk melawan obesitas.


Seorang ahli bedah invasif minimal dan laparoskopik lanjutan di St. Luke's Medical Center, Filipina, Dr. Jonathan D. Adora, M.D., menjelaskan bahwa bedah bariatrik pertama kali dilakukan di St. Luke's Medical Center untuk pasien dengan indeks massa tubuh (IMT) lebih dari 50.


Dr. Jonathan yang menganggap obesitas itu penyakit karena banyak sekali penyakit lain yang meliputinya mengungkapkan, waktu itu dilakukan dengan metode pembedahan terbuka gastric bypass, tetapi seiring dengan berjalanannya waktu, saat ini dengan metode pembedahan laparoskopik minimal invasif.


Dengan metode pembedahan itu kini bedah bariatrik semakin aman dan tidak terlalu sulit lagi. Menurut ahli bedah saluran cerna di Mayapada Hospital Lebak Bulus, presiden Perhimpunan Bedah Endolaparoskopik Indonesia (PBEI), dan sekjen Ikatan Ahli Bedah Digestif Indonesia, Dr. Errawan Wiradisuria, SpB-KBD, M.Kes., bedah bariatrik masih jarang dilakukan di negara kita karena orang dengan kelebihan berat badan (obesitas), apalagi morbid obessity (berat badan 200 kilogram lebih) di Indonesia ini masih sedikit. IMT orang tersebut harus di atas 30 sebagai indikasi ia perlu menjalani bedah bariatrik.


Meskipun begitu, masih menurut Dr. Errawan, IMT tak selalu jadi patokan karena ada beberapa pertimbangan lain terhadap aktivitas dan keluhan, terutama kalau pasien yang hanya kelebihan berat badan, tetapi ingin menjalani operasi beda bariatrik.


Apakah pertimbangan lainnya tersebut? Contohnya pasien belum IMT 30, tapi co-morbid dengan penyakit-penyakit penyerta, seperti jantung, diabetes melitus, hiperlipidemia (kelebihan lemak dalam darah), asma, dan hiperkolesterolemia (kelebihan kolesterol dalam darah).


Semua indikasi itu sudah memenuhi syarat untuk dilakukan bariatric surgery, menurut Dr. Errawan. Saat ini ada dua jenis bedah bariatrik, yaitu yang sifatnya reversible (bisa dikembalikan ke keadaan semula) dan sebaliknya yang sifatnya irreversible (kondisinya tetap). Yang masuk ke golongan reversible adalah metode gastric banding, di mana leher lambung akan diikat memakai band atau pita atau selang kecil yang terhubung ke sebuah pompa kecil yang ditanam bawah kulit.


Di pompa itu akan disuntikkan cairan steril menuju pita, dan pita bakal mengembang sehingga ‘mencekik’ leher lambung. Akibatnya, pasien akan menjadi cepat kenyang karena terbentuk lambung baru yang ukurannya lebih kecil.


Sedangkan pembedahan tetap atau irreversible dilakukan dengan cara memotongan lambung dan rekonstruksi saluran pencernaan (laparoscopic sleeve gastrectomy). Menurut Dr. Errawan, rekonstruksi saluran pencernaan sangat perlu dilakukan agar terjadinya adaptasi lambung yang mengakibatkan berat badan kembali naik di kemudian hari bisa dicegah.


Dr. Errawan mengingatkah, walau bedah bariatrik yang sama dilakukan kepada 2 orang, efek dan hasilnya akan berbeda. Hal ini bisa terjadi karena tubuh punya kemampuan untuk beradaptasi dan merevitalisasi tubuhnya sendiri. Setelah menjalani operasi bedah bariatrik, pasien juga harus mau mengubah gaya hidup, disertai dengan kesadaran dan kedisiplinan. Pasien yang menjalani operasi bedah bariatrik juga harus mau menjalani sesi konsultasi ke ahli gizi.


Sumber: https://www.readersdigest.co.id/info-medis/lawan+obesitas+denga n+bedah+bariatrik

Artikel Lainnya

Newsletter

Tetap terhubung dengan kami untuk Update info terbaru agenda-agenda PTM Kementerian Kesehatan Indonesia.

Agenda Mendatang
17 November 2024
Hari Diabetes Sedunia (World Diabetes Day) “Diabetes and Well-Being, Kelola Diabetes, Sejahterakan Hidupmu”
17 November 2024
Roche World Diabetes Day - 17 November 2024
26 November 2024
Webinar Hari Diabetes Sedunia 2024 "Diabetes and Well Being, Kelola Diabetes, Sejahterakan Hidupmu"
19 November 2024
Webinar Seri 3 Pasca Stroke: Tata Laksana pada Pasien Stroke di FKTP
05 November 2024
Webinar Seri 2 Hari Stroke Sedunia 2024 "Pre-Stroke: Pencegahan Stroke pada Kelompok Berisiko Tinggi di FKTP"
Selengkapnya