Protokol Baru Tingkatkan Peluang Bertahan Hidup dalam Kasus Henti Jantung '

Protokol Baru Tingkatkan Peluang Bertahan Hidup dalam Kasus Henti Jantung

04 Maret 2018


Mark Bradford berjalan-jalan di taman dekat rumahnya setiap hari, namun suatu pagi jantungnya berhenti berdetak dan ia pingsan dalam sebuah kasus henti jantung tiba-tiba. Hal berikut yang ia ingat adalah bangun di unit jantung di the Ohio State University Wexner Medical Center.


Dalam kasus henti jantung, setiap detik sangat berarti. Palang Merah Amerika melaporkan lebih dari 1.600 orang mengalami kasus henti jantung setiap hari di AS.


Kemampuan bertahan hidup tergantung pada banyak faktor – seberapa cepat seseorang mendapatkan pertolongan dan apa yang menyebabkan jantung berhenti berdetak.


Studi menunjukkan apabila orang yang menyaksikan kasus ini memberi bantuan resusitasi jantung dan paru, yang intinya adalah memompa dada secara berirama agar jantung dapat berdetak kembali, atau apabila seseorang menggunakan defibrillator dalam waktu satu atau dua menit setelah jantung seseorang berhenti berdetak, maka peluang bertahan hidup dapat sebesar 70 persen.


Namun apabila jantung bergetar tidak terkontrol dan tidak dapat memompa darah, sesuatu yang disebut sebagai fibrilasi ventricular, atau apabila jantung berdetak secara tidak berirama, jantung akan berhenti berdetak dan peluang untuk bertahan hidup sedikit sekali atau tidak ada. Dalam situasi seperti ini, jantung pasien menolak dikejutkan kembali ke normal, dan seandainyapun kembali berdetak, peluang yang ada adalah pasien akan memiliki cacat permanen.


“Umumnya apabila mereka [pasien] tidak merespon setelah diberi kejutan, pasien ini akan mengalami kematian di tempat karena kita tidak punya pilihan lain untuk menyelamatkan mereka. Sekarang, dalam situasi-situasi tertentu, kita akan menyaksikan pasien dapat bertahan hidup dan keluar dari rumah sakit,” ujar Dr. Ernest Mazzaferri Jr. Mazzaferri adalah direktur medis di The Ohio State University Richard M. Ross Heart Hospital, yang merupakan bagian dari Wexner Medical Center.


Di AS, petugas pemadam kebakaran acapkali dipanggil untuk merespon terhadap keadaan darurat ini. Saat Pemadam Kebakaran Columbus menerima peralatan baru untuk Resusitasi Jantung dan Paru, pemadam kebakaran menghubungi rumah sakit, dan para dokter serta petugas pemadam kebakaran mengembangkan sebuah rencana tindakan baru yang disebut kewaspadaan ECPR.


Apabila jantung pasien menolak diberi kejutan untuk kembali normal, petugas medis memberi tahu rumah sakit dan memasang alat Resusitasi Jantung dan Paru mekanis pada pasien di ambulan. Sementara tim di rumah sakit mempersiapkan laboratorium kateterisasi. Laboratorium ini memiliki peralatan pencitraan sehingga dokter dapat melihat pembuluh darah dan bilik jantung pasien.


Sebagian besar pasien yang tiba di rumah sakit dengan ambulan langsung diarahkan ke instalasi gawat darurat. Di Ohio State, pasien yang mengalami henti jantung langsung diarahkan ke laboratorim kateterisasi. Dr. Ernest Mazzaferri mengatakan protokol ini sangat penting sekali “karena semakin lama kita menunggu, semakin besar kerusakan pada jantung dan semakin besar kerusakan pada organ-organ lainnya termasuk otak anda.”


Di laboratorium kateterisasi, pasien dihubungkan dengan mesin echmo yang berfungsi mirip jantung dan paru-paru. Dr. Bryan Whitson mengatakan alat ini memungkinkan jantung dan paru-paru untuk istirahat sementara dokter memeriksa jantung dan mencobabya agar dapat berfungsi kembali dan berdetak secara normal.


Para dokter juga akan mencoba untuk memperbaiki apa yang menyebabkan jantung berhenti berdetak. Dr. K. Dean Boudoulas mengatakan protokol baru ini telah meningkatkan peluang untuk bertahan hidup dari jenis henti jantung paling mematikan dari nol menjadi 40 persen.


“Pasien memiliki peluang untuk keluar dari rumah sakit dengan pemulihan sistem syaraf, memiliki kehidupan yang berarti, ketika mereka bisa jadi telah dinyatakan meninggal di tempat.”


Bradford adalah pasien pertama di Columbus, Ohio, yang mendapatkan manfaat dari prosedur ini. “Tanpa protokol ini, saya tidak mungkin bertahan hidup. Saya merasa beruntung bahwa mereka terlatih dalam melaksanaan protokol ini, dan mereka menerapkannya, dan saya berada di taman ketimbang berada di rumah sendirian.”


Protokol ECPR telah diuji hanya pada sejumlah kecil studi, dan sejauh ini dengan data yang terbatas menunjukkan peningkatan peluang hingga sekitar 40 persen untuk bertahan hidup.


Mazzaferri mengatakan para dokter berharap protokol ini akan terbukti sangat sukses sehingga “mungkin beberapa tahun dari sekarang, ECPR akan menjadi harl rutin dan dapat menyelamatkan lebih banyak lagi nyawa di AS.” [ww]


Baca : Artikel Sumber


Artikel Lainnya

Newsletter

Tetap terhubung dengan kami untuk Update info terbaru agenda-agenda PTM Kementerian Kesehatan Indonesia.

Agenda Mendatang
14 March 2024
Hari Ginjal Sedunia - 14 Maret 2024
03 March 2024
Hari Pendengaran Sedunia 2024
04 March 2024
Hari Obesitas Sedunia 2024
27 March 2024
Webinar Hari Ginjal Sedunia 2024
07 March 2024
Seminar Puncak Hari Pendengaran Sedunia 2024
Selengkapnya