Latar Belakang
Indonesia menduduki peringkat ketiga untuk jumlah perokok terbesar dari jumlah perokok dunia dan nomor satu di ASEAN (4,8%) setelah Cina (30%) dan India (11,2%). Data Global AdultTobacco Sutvey (GATS) 2011, menunjukkan bahwa prevalensi merokok dilndonesia adalah sebesar 36,1% (67,4% laki-laki dan 4,5% perempuan), dan rata-rata jumlah batang rokok yang dikonsumsi pada tahun 2010 adalah 10 batang per hari (10 batang pada laki-laki dan 6 batang pada perempuan). Menurut WHO 2010, data hasil dari Global Report on NCD (Non Communicable Disease) menunjukkan bahwa prosentase kematian akibatpenyakit tidak menular (PTM) menempati proporsi yang cukup besar yaitu 63%.
Indonesia dengan jumlah penduduk lebih kurang 251 juta jiwa merupakan pasar potensial bagi pengusaha rokok, dikarenakan adanya kebebasan bagi pengusaha rokok untuk mengiklankan, mempromosikan, dan mensponsori berbagai kegiatan di masyarakat. Tidak hanya iłu, hal lain yang juga sangat memprihatinkan adalah rokok dapat dijual bebas secara eceran terhadap anak-anak. Merokok menimbulkan beban kesehatan, sosial, ekonomi, dan lingkungan tidak saja bagi perokok tetapi bagi orang lain.Konsumsi rokok di Indonesia naik tujuh kali lipat dari 33 milyar batang menjadi 240 milyar batang, dengan tingkat konsumsi 240 milyar batang/ tahun sama dengan 658 juta batang rokok per hari, atau sama dengan senilai uang 330 milyar rupiah dibakar oleh para perokok Indonesia setiap hari.
Pada tahun 2010 penerimaan negara dari cukai tembakau adalah sebesar 55 triliun, sementara pengeluaran makro akibat tembakau adalah sebesar 245,41 triliun. Tentunya pemasukkan dan pengeluaran negara sangat tidak sebanding, oleh karena iłu Pemerintah Pusat, Daerah, dan Masyarakat harus melakukan upaya pengendalian tembakau termasuk rokok sebagai akibat tingginya penyakit tidak menular terkait dampak tembakau. Rokok terbukti sebagai faktor risiko ułama penyakit stroke dengan kecenderungan kesakitan sebesar 12,1%, penyakit hipertensi 31 , 7%, dan penyakit jantung 0,3% (Riskesdas, 2013).
Fakta menunjukkan bahwa jumlah perokok di Indonesia terus meningkat. Data Riset Kesehatan Dasar menunjukkan prevalensi perokok meningkat dari 34,2% pada tahun 2007 menjadi 36,3% pada tahun 2013 dengan peningkatan prevalensi perokok perempuan dari 5,2% menjadi 6,7%. Proporsi penduduk yang terkena paparan asap rokok lingkungan/ EnvironmentalTobacco Smoke (ETS) adalah sebesar 76,1%. Perokok pasif terbanyak terdapatpada usia balita dan anak (0-14 tahun) baik laki-laki maupun perempuan dan usia 50 tahun keatas. Terjadi peningkatan perokok pasif sekitar satu juta orang dalam kurun waktu 3 tahun ( tahun 2007 — 2010).
Secara umum, kebiasaan merokok pada masyarakat Indonesia merupakan salah satu masalah kesehatan karena konsumsi rokok yang masih cenderung tinggi. Sementara beban biaya yang berkaitan dengan penyakit akibat rokok dan dapat menyebabkan terjadinya penyakit tidak menular (PTM) seperti gangguan pernapasan (PPOK, Asma ), Penyakit Jantung, Stroke dan Kanker Paru, dan ini bukan hanya dari biaya pengobatan tetapi juga biaya hilangnya hari atau waktu produktivitas.Semakin banyak generasi muda yang terpapar dengan asap rokok tanpa disadari terus menumpuk zat toksik dan karsinogenik yang bersifat fatal. Apalagi saat ini anak-anak dan kaum muda kita semakin dijejali dengan ajakan merokok oleh iklan, promosi dan sponsor rokok yang sangat gencar.
Melihat kondisi tersebut, maka dipandang perlu untuk melakukan pengendalian dampak bahaya rokok khususnya bagi anak sekolah, termasuk menyediakan layanan upaya berhenti merokok di sekolah sebagai ujung tombak dalam upaya promotif dan pencegahan. Peran guru dan Petugas Kesehatan di Puskesmas akan menjadi lebih optimal dalam konseling, bagaimana cara menghindar untuk menjadi seorang perokok, dan bagi yang sudah terlanjur menjadi perokok adalah bagimana cara berhenti dari ketergantungan merokok. Untuk mendapatkan sumber daya manusia (SDM) yang kompeten dalam melaksanakan layanan tersebut, perlu dilakukan pelatihan yang memenuhi standar kompetensi.
Sehubungan dengan hal tersebut diatas, perlu disusun kurikulum dan modul pelatihan TOT bagi Petugas Kesehatan dan Guru dalam Implementasi Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di sekolah, sehingga dapat menghasilkan fasilitator yang kompeten dan profesional dalam melatih tenaga kesehatan pada pelatihan konseling upaya berhenti merokok.
Pelatihan diselenggarakan bertujuan setelah mengikuti pelatihan, peserta mampu melatih Tenaga Kesehatan dan Guru dalam Upaya Implementasi Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dan UBM di sekolah.
Sedangkan tujuan khusus setelah mengikuti pelatihan Tenaga Kesehatan diharapkan :
Untuk Tenaga Pendidik Guru diharapkan "
Komponen Peserta setiap Provinsi terdiri dari:
Daftar Peserta :
| Provinsi | Nakes | Guru
|
1 | Kota Mataram | 6 Pkm | 6 Sekolah |
2 | Kab. Lombok Tengah | 6 Pkm | 6 Sekolah |
3 | Kab. Lombok Utara | 6 Pkm | 6 Sekolah |
4 | Kab. Sumbawa | 6 Pkm | 6 Sekolah |
5 | Kab. Bima | 6 Pkm | 6 Sekolah |
Total Peserta | 30 Org | 30 Orang |
Narasumber / Pelatih terdiri dari:
Waktu TOT akan berjalan dalam 47 Jpl (Jam Pelajaran) atau setara dengan 5 hari efektif dibawah pengawasan Bidang SDK Dinas Kesehatan Provinsi NTB. Tempat kegiatan akan dilaksanakan di COREHotel Premier Senggigi, JI. Raya Senggigi Km.12, Senggigi Batulayar, Lombok Barat- 83355 Telp. (0370) 6198880.
Seluruh kegiatan ini dibebankan kepada DIPA satker 05 Dinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Tetap terhubung dengan kami untuk Update info terbaru agenda-agenda PTM Kementerian Kesehatan Indonesia.