Angka kejadian penyakit tidak menular (PTM) setiap tahunnya terus meningkat, di antaranya adalah penyakit lupus. Lupus atau penyakit autoimun adalah kondisi saat sistem imunitas atau kekebalan tubuh seseorang kehilangan kemampuan untuk membedakan substansi asing (non-self) dengan sel dan jaringan tubuh sendiri (self). Kondisi ini membuat sistem kekebalan tubuh menyerang sel, jaringan, dan organ tubuh yang sehat.
World Health Organization mencatat jumlah penderita lupus di dunia hingga saat ini mencapai lima juta orang, dan setiap tahunnya ditemukan lebih dari 100 ribu kasus baru. Menurut data Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) Online 2016, terdapat 2.166 pasien rawat inap yang didiagnosis penyakit lupus. Tren ini meningkat dua kali lipat dibandingkan dengan 2014, dengan ditemukannya 1.169 kasus baru. Tingginya angka kematian akibat lupus perlu mendapat perhatian khusus karena 25% atau sekitar 550 jiwa meninggal akibat lupus pada 2016.
Sebagian besar penderita lupus adalah perempuan dari kelompok usia produktif (15-50 tahun), meski begitu lupus juga dapat menyerang laki-laki, anak-anak, dan remaja. Data SIRS Online 2016 menunjukkan proporsi pasien rawat inap lupus berjenis kelamin laki-laki mengalami peningkatan dari 48,2% pada 2014 menjadi 54,3% pada 2016. Sementara pasien lupus berjenis kelamin perempuan mengalami penurunan dari 51,8% menjadi 45,7%.
Baca dan unduh materi di sini : Memahami Program Promotif & Preventif Penyakit Lupus Eritematosus Sistemik (LES)- dr. Asjikin Iman Hidayat Dachlan, MHA
Penyakit ‘Seribu Wajah
Lupus terdiri dari beberapa macam jenis, salah satu jenis yang paling sering dirujuk masyarakat umum adalah Lupus Eritematosus Sistemik (LES). LES dikenal sebagai penyakit ‘Seribu Wajah’ merupakan penyakit inflamasi autoimun kronis yang hingga kini belum jelas penyebabnya. LES juga memiliki sebaran gambaran klinis yang luas serta tampilan perjalanan penyakit yang beragam, sehingga seringkali menimbulkan kekeliruan dalam upaya mengenalinya. LES dapat menyerang jaringan serta organ tubuh mana saja dengan tingkat gejala yang ringan hingga parah.
Meski hingga kini faktor risiko LES belum diketahui secara jelas, namun faktor genetik, imunologik dan hormonal, serta lingkungan diduga memegang peran penting sebagai pemicu.
LES memiliki gejala yang mirip dengan penyakit lain, sehingga sulit untuk dideteksi. Tingkat keparahannya pun beragam mulai dari ringan hingga yang mengancam jiwa. Gejala LES dapat timbul secara tiba-tiba atau berkembang perlahan. Pasien LES dapat mengalami gejala yang bertahan lama atau bersifat sementara sebelum akhirnya kambuh lagi. Kesulitan dalam upaya mengenali LES sering kali mengakibatkan diagnosis dan penanganan yang terlambat.
Baca dan unduh materi di sini : Mengenal Lupus Eritematosus Sistemik- Dr. Sumariyono, SpPD-KR
SALURI
LES merupakan beban sosio-ekonomi bagi masyarakat dan negara karena memerlukan penanganan yang tidak sederhana dan melibatkan banyak bidang keahlian. Selain itu biaya perawatannya pun mahal dan perlu dilakukan seumur hidup. Guna menekan tingginya prevalensi LES, Kementerian Kesehatan RI mencanangkan program deteksi dini LES yang disebut dengan Periksa Lupus Sendiri (SALURI).
SALURI dapat dilakukan di Pos Pembinaan Terpadu (POSBINDU), Puskesmas atau di sarana pelayanan kesehatan lainnya dengan cara mengenali gejala-gejala sebagai berikut:
- Anemia : penurunan kadar sel darah merah
- Leukositopenia : penurunan sel darah putih
- Trombositopenia : penurunan kadar pembekuan darah
- Hematuria dan proteinuria : darah dan protein pada pemeriksaan urin
- Positif ANA dan atau Anti ds-DNA.
Jika pasien mengalami minimal 4 gejala dari seluruh gejala yang disebutkan di atas, maka dianjurkan untuk segera melakukan konsultasi dengan dokter di Puskesmas atau rumah sakit agar dapat dilakukan pemeriksaan dan penanganan lebih lanjut.
ODAPUS (Orang Dengan Lupus) dapat Hidup Normal , asal ...
Bagi pasien yang sudah didiagnosa menyandang LES, berikut adalah hal-hal yang perlu diperhatikan untuk meningkatkan dan mempertahankan kualitas hidup sehingga penyandang LES dapat hidup normal dan melakukan aktivitas sehari-hari tanpa hambatan.
Hingga saat ini LES belum dapat disembuhkan. Tujuan pengobatan adalah untuk mendapatkan remisi panjang, mengurangi tingkat gejala, mencegah kerusakan organ, serta meningkatkan kesintasan. Berkat teknologi pengobatan LES yang terus berkembang, sebagian penderita LES dapat hidup normal atau setidaknya mendekati tahap normal. Dukungan keluarga, teman, lingkungannya, serta media juga berperan penting dalam membantu para penderita LES dalam menghadapi penyakitnya.
Tetap terhubung dengan kami untuk Update info terbaru agenda-agenda PTM Kementerian Kesehatan Indonesia.