Benarkah bekerja 40 jam perminggu berdampak buruk untuk otak?'

Benarkah bekerja 40 jam perminggu berdampak buruk untuk otak?

07 Agustus 2018

ika Anda berusia 40 tahun ke atas, jangan melakukan tes IQ setelah sepekan penuh bekerja. Anda bisa kecewa.


Buat Anda yang berusia lebih dari 40 tahun, bekerja lebih lama dari 25 jam per minggu bisa berdampak pada kecerdasan Anda, menurut sebuah penelitian yang dirilis Februari lalu oleh sekelompok peneliti dari Melbourne Institute of Applied Economic and Social Research di Australia.


Tim tersebut mengadakan tes membaca, pola dan ingatan terhadap lebih dari 6.000 karyawan di atas 40 tahun untuk melihat bagaimana jumlah jam kerja per minggu seseorang dapat mempengaruhi kemampuan kognitif seseorang.


Bekerja 25 jam per minggu (paruh waktu atau tiga hari seminggu) adalah waktu optimal dalam seminggu bekerja untuk fungsi kognitif, dan bekerja kurang dari itu bisa berpengaruh pada kecepatan otak baik laki-laki maupun perempuan, menurut penelitian tersebut.


“Kerja dapat menstimulasi aktivitas otak dan membantu menjaga fungsi kognitif pada pekerja yang lebih tua, ‘pakai terus atau rusak’,” kata peneliti utama Colin McKenzie, profesor ekonomi di Universitas Keio di Tokyo.


“Namun pada saat bersamaan, bekerja secara berlebihan dalam jangka waktu panjang bisa menyebabkan kelelahan serta stres fisik dan/atau psikologis, yang bisa berdampak pada rusaknya fungsi kognitif.”


Tapi mengapa usia 40 menjadi titik baliknya?


Menurut McKenzie, “kecerdasan cair” kita, yaitu cara kita memproses informasi, mulai menurun pada usia 20 dan “kecerdasan terkristal” atau cara kita menggunakan kemampuan, pengetahuan dan pengalaman mulai menurun setelah usia 30. McKenzie mengatakan bahwa pada usia 40, sebagian besar orang mulai menurun performanya pada uji ingatan, pengenalan pola dan latihan kecepatan otak.


Saat banyak negara sudah memperpanjang masa pensiun, menunda masa di mana orang mulai bisa menerima bayaran pensiun, temuan McKenzie soal kelelahan kognitif ini menjadi penting.


“Pekerjaan bisa menjadi pedang bermata dua, bisa mendorong aktivitas otak, tapi di saat bersamaan, jam kerja panjang dan tipe pekerjaan tertentu bisa menimbulkan kelelahan dan stres yang berpotensi merusak kemampuan kognisi,” katanya.


Penjelasan ilmiahnya


Temuan McKenzie ini menunjukkan bahwa meski ekonomi memaksa kita untuk bekerja lebih lama daripada generasi sebelumnya, secara emosi dan biologis, otak kita tidak dirancang untuk stres dan rutinitas bekerja delapan jam sehari, lima hari seminggu pada usia di atas 40.


Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa karyawan dari berbagai usia yang bekerja berlebihan bisa mengalami stres kronik, kerusakan kognitif dan gangguan mental.


Salah satu penelitian dari 1996 yang dilakukan Boston University School of Public Health mengindikasikan bahwa kerja melewati batas waktu punya dampak pada kesehatan mental perusahaan di industri mobil, termasuk mereka yang bekerja di bagian assembly di pabrik.


Penelitian McKenzie berbeda karena timnya menemukan bahwa masalah kesehatan dan kognitif bisa terjadi bahkan pada ambang batas yang lebih rendah dari yang sebelumnya diperkirakan — yaitu pada orang usia di atas 40 yang bekerja secara reguler, dan bukan melebihi jam kerja.


Efek negatif stres pada pikiran terdokumentasi dengan baik dalam penelitian tentang saraf otak. Stres mempengaruhi fungsi kognitif terutama lewat hormon, khususnya pada hormon steroid dan hormon stres, kortisol, pada otak, yang dapat berdampak pada ingatan jangka pendek, konsentrasi, kemampuan untuk bertindak alami dan pikiran rasional.


Namun ada faktor lain yang menyebabkan usia 40 sebagai titik yang kritis.


Tim McKenzie kini melihat faktor pendorong di balik penelitian mereka seperti “sandwich years” atau tahun-tahun di mana banyak orang dewasa memiliki sedikitnya satu orang untuk diurus, seorang anak atau orangtua yang menua, selain juga harus bekerja full-time.


Artinya ada pekerjaan lain di atas pekerjaan utama, sehingga orang tersebut jarang beristirahat. Menurut US National Alliance for Caregiving dalam survey yang dilakukan tahun lalu, seorang caregiver atau pengasuh adalah seorang perempuan usia 49 tahun yang masih bekerja dan merawat keluarga perempuan usia 69 tahun yang membutuhkan perawatan karena kondisi fisik jangka panjang.


Rata-rata dia sudah merawat selama empat tahun, menghabiskan 24,4 jam per minggu dalam peran mengasuh, selain juga bekerja dan tanggungjawab keluarga lainnya.


Faktor tidur


Tidur juga memainkan peran penting dalam kemampuan bertahan dalam pekerjaan sepekan penuh. Sampai baru-baru ini, orang-orang sukses sering membanggakan diri bahwa mereka hanya butuh waktu sedikit untuk tidur.


Mantan Perdana Menteri Inggris Margaret Thatcher mengatakan bahwa dia akan bisa bekerja secara efektif hanya dengan tidur empat jam — meski arsip video menunjukkan dia tidur di siang hari.



foto: GETTY IMAGES
Usia pensiun yang semakin panjang dan kondisi ekonomi kadang memaksa orang harus bekerja lebih lama.


Arianna Huffington, pemimpin redaksi Huffington Post, mengklaim bahwa dia hanya tidur lima jam semalam sampai dia sadar bahwa hal itu buruk bagi kesehatannya dan menyebut kekurangan tidur sebagai “sama halnya seperti merokok”.


Tapi harus selama apa kita tidur? US National Sleep Foundation menyarankan lebih dari tujuh jam seminggu buat orang-orang di atas usia 26 tahun.


Pembelajaran dan ingatan bergantung pada tidur dan rekreasi, kata Karl Ericsson, profesor psikologi di Florida State University. Riset McKenzie tak jauh beda dengan Ericsson.


“Tidur beristirahat sangat penting untuk performa kerja yang baik,” kata Ericsson.


Tak semua sama


Penelitian Ericsson juga mendukung kesimpulan McKenzie bahwa bekerja 40 jam seminggu tak optimal untuk memberikan hasil yang bagus. Meski begitu, penelitian Ericsson tak terbatas soal usia tapi melihat jumlah total jam kerja optimal per hari, per minggu, untuk hasil kerja terbaik.


“Kami mendapati bahwa mereka yang memberikan hasil baik melakukan 21-35 jam kerja per minggu tapi tak lebih dari tiga sampai lima jam per hari,” kata Ericsson.


“Mereka bebas bekerja, sehingga orang-orang ini tidak menghabiskan waktu lebih banyak dari jumlah total seminggu, sehingga hasilnya mereka nilai adalah yang paling optimal buat mereka.”


Kebutuhan bekerja


Tentu saja, baik untuk membahas jika kita bisa bekerja kurang dari 40 jam seminggu, tapi bagi banyak orang, mereka butuh pemasukan itu untuk hidup, sehingga bekerja kurang dari 40 jam bukanlah hal yang baik dari sisi finansial.


Mereka yang berusia di atas 40 tahun juga tak mau bekerja kurang dari 40 jam seminggu, karena menurut mereka pekerjaan memberi mereka dorongan yang dibutuhkan, dan menyebut penelitian tersebut dibesar-besarkan.


Richard Salisbury, usia 58, yang tinggal di Blue Mountains, barat Sydney di Australia adalah salah satunya. Bekerja paruh waktu dan full time untuk dirinya sendiri dan untuk perusahaan sebagai manajer IT, dia menolak anggapan bahwa bekerja lebih singkat akan lebih efektif.


“Bahkan saya mendapati bahwa saya lebih bisa menghadapi tuntutan lebih mudah seiring saya mendapat pengalaman atau bertambah usia,” kata Salisbury.


“Saya merasa ide bekerja 25 jam seminggu itu terlalu baru,” katanya. “Sebagian besar orang yang saya temui di pekerjaan tak merasa ada dampak pada kemampuan kognitif mereka, baik saat bekerja 35 jam atau 40 jam seminggu.”


Penny Evans, usia 50 tahun, adalah seorang penasihat kebijakan pada badan amal di London. Dia bekerja empat hari seminggu tapi dulu bekerja 25 jam seminggu di badan amal yang sama.


 

foto :GETTY IMAGES
Tak semua orang setuju bahwa bekerja 40 jam seminggu untuk orang usia 40 tahun ke atas itu berdampak buruk, ada yang merasa hal itu membantu mereka.


Evans bimbang antara bekerja tiga hari (25 jam seminggu) atau empat hari seminggu untuk memberikan hasil kerja terbaik dan mengurangi ketegangan.


“Tiga hari seminggu bagus untuk keseimbangan antara kehidupan dan pekerjaan, apalagi jika Anda punya anak di rumah tapi Anda bisa ketinggalan dan mungkin dipinggirkan. Empat hari seminggu artinya saya akan lebih terhubung dengan tim tapi saya punya satu hari libur yang memungkinkan saya menangani tanggungjawab lain.”


Kuncinya, kata Evans, adalah menjadi fleksibel. Stres dari pekerjaannya bisa dia tangani, katanya, dan dibantu dengan kesepakatan di sektornya bahwa semua karyawan sudah harus meninggalkan kantor pada jam 18:00.


“Namun soal jumlah jam kerja yang ideal setiap minggunya, sulit. Saat Anda muda dan sangat berkomitmen dan tanggungjawab yang minim, saya hidup karena pekerjaan, tapi sekarang saya tak yakin lagi, dengan segalanya begitu cepat lewat email dan media sosial.”


Bekerja sehat


Tahun lalu, pada acara penghargaan Perusahaan Tersehat di Inggris, yang didukung oleh University of Cambridge di Inggris (dan tidak memasukkan LSM), perusahaan alat olahraga, farmasi dan IT unggul menjadi yang tersehat.


Semua perusahaan mengizinkan karyawan untuk tak di meja dan memberi kesempatan untuk sehat secara fisik. Contohnya, jam kerja fleksibel pada beberapa perusahaan memungkinkan mereka untuk pulang lebih cepat, dan perusahaan seperti Sweaty Betty menyediakan kelas olahraga pada jam makan siang.


Namun Carol Black, kepala sekolah Newnham College, University of Cambridge dan ketua kelompok penasihat Perusahaan Tersehat Inggris yang mendukung penghargaan tersebut, tak terlalu yakin bahwa karyawan yang lebih tua membutuhkan jam kerja yang lebih singkat per minggunya untuk bisa bekerja dengan baik.


Dalam pandangannya: “Hal terpenting tentang pekerjaan adalah itu seharusnya adalah ‘pekerjaan yang baik’. Jika baik, maka tak masalah apakah itu paruh waktu atau full-time.”


Artikel Lainnya

Newsletter

Tetap terhubung dengan kami untuk Update info terbaru agenda-agenda PTM Kementerian Kesehatan Indonesia.

Agenda Mendatang
14 March 2024
Hari Ginjal Sedunia - 14 Maret 2024
03 March 2024
Hari Pendengaran Sedunia 2024
04 March 2024
Hari Obesitas Sedunia 2024
27 March 2024
Webinar Hari Ginjal Sedunia 2024
07 March 2024
Seminar Puncak Hari Pendengaran Sedunia 2024
Selengkapnya