Bangsa Indonesia yang Sehat, Bermutu, Produktif dan Berdaya saing Tinggi  Menuju Tercapainya SDM unggul'

Bangsa Indonesia yang Sehat, Bermutu, Produktif dan Berdaya saing Tinggi Menuju Tercapainya SDM unggul

16 Oktober 2019

Dalam rangka membangun Bangsa Indonesia yang sehat, bermutu, produktif dan berdaya saing tinggi, menuju tercapainya SDM unggul tiga peringatan puncak bertema kesehatan di gelar di Area Parkir Barat Gedung Sate BandungJawa Barat (Selasa 15 Oktober 2019). Peringatan ini diselenggarakan untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap pencegahan dan pengendalian penyakit  tidak menular dan gangguan kesehatan jiwa yang diperingati secara global dan nasional bulan Oktober ini yaitu :



  • Puncak peringatan Hari Penglihatan Sedunia 2019 yang bertema global Vision First dan tema nasional Mata Sehat, SDM Unggul,

  • Hari Obesitas Sedunia tahun 2019 dengan tema Global : “Tackling Obesity Together” dan tema nasional "Gerakan Lawan Obesitas untuk SDM Unggul” serta

  • Hari Kesehatan Jiwa Sedunia tahun 2019 yang bertema Global “Mental Health Promotions and Suicide Prevention”- Tema Nasional “Sehat Jiwa Dimulai dari Diri, Keluarga dan Masyarakat,


Dihadiri Direktur Jenderal P2P Kemenkes RI, dr Anung Sugihantono, MKes ; Wakil Gubernur Jawa Barat, Uu Ruzhanul Ulum ; Ketua Jabar Bergerak, Atalia Praratyia Ridwan Kamil ; Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza, Dr. dr. Fidiansjah, SP.KJ.,MPH rangkaian acara ini dimeriahkan dengan musik angklung yang dimainkan pelajar SMA Kota Bandung dan Rampak Gendang yang dimainkan oleh pelajar penyandang disabilitas netra dari  SLBN A Kota Bandung. Acara dihadiri sekitar 500 orang terdiri dari unsur pemerintah daerah Provinsi Jawa Barat, Kota Bandung, Kota Cimahi dan Kab. Bandung Barat, BUMN, Swasta, Guru, mahasiswa  dan anak sekolah di Kota Bandung, LSM, organisasi profesi dan organisasi masyarakat terkait, dll


Mengapa  di Jawa Barat


Provinsi Jawa Barat dipilih sebagai lokasi Acara Puncak tahun ini, karena :


Berdasarkan hasil Rapid Assesment of Avoidable Blindness (RAAB) Jawa Barat memiliki prevalensi kebutaan kelima tertinggi di Indonesia yaitu sebesar 2,8% sekaligus sebagai daerah dengan populasi kebutaan kedua tertinggi di Indonesia setelah Jawa Timur yaitu sebesar 180.663 jiwa, dengan komitmen yang tinggi dalam program percepatan penurunan angka kebutaan akibat katarak. Disamping itu Provinsi Jawa Barat sudah membangun sistem rujukan terpadu gangguan penglihatan dimulai dari tingkat kader di UKBM hingga ke tingkat fasilitas pelayanan tingkat lanjut melalui Sistem Informasi Gangguan Penglihatan (SIGALIH).


Prevalensi Obesitas, di Provinsi Jawa Barat merupakan peringkat ke-14 dari 34 Provinsi di Indonesia dengan kenaikan 15,2% pada tahun 2013 menjadi 23% pada tahun 2018 berdasarkan Riset Kesehatan Dasar.


Sedangkan untuk masalah kesehatan jiwa, prevalensi Depresi pada penduduk Umur >15 tahun di provinsi Jawa Barat berdasarkan Riskesdas 2018 pada angka 7,8 % diatas prevalensi nasional sebesar 6,1 %.Disamping itu, Provinsi Jawa Barat Prevalensi  Rumah Tangga dengan Anggota Rumah Tangga yang mengalami Gangguan Jiwa Skizofrenia/Psikosis sebesar 5,0 permil dibawah Prevalensi Nasional sebesar 6,7 permil.


Fokus Isu Pencegahan dan Pengendalian Gangguan Penglihatan 


Anung Sugihantono yang mewakili Menteri Kesehatan menyampaikan Hari Penglihatan Sedunia tahun 2019 ini difokuskan pada isu sebagai berikut : 


1) Peduli terhadap kesehatan mata dimulai dari pemeriksaan mata sendiri dan mendorong orang lain untuk melakukan hal yang sama


2) Miopia dan retinopati Diabetik yang meningkatkan jumlah orang dengan gangguan penglihatan pada masa yang akan datang,


3) Katarak, kelainan refraksi, glaukoma, retinopati diabetik, AMD dan ROP masih menjadi fokus utama penanggulangan gangguan penglihatan, dan


4)  Populasi berisiko yang menjadi sasaran rentan adalah anak-anak muda, anak sekolah, orang tua serta orang-orang dengan diabetes.


Pada kesempatan tersebut Anung berharap agar upaya–upaya pengendalian kebutaan terus dilaksanakan, mulai dari deteksi dini dan segera ditindaklanjuti sedini mungkin sesuai dengan indikasi sehingga masyarakat dapat segera dilayani dan terhindar dari risiko kebutaan.


Gerakan Lawan Obesitas


Obesitas merupakan salah satu indikator Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2015-2019.  Berdasarkan hasil  Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 dan 2018 di Indonesia menunjukkan peningkatan prevalensi obesitas pada penduduk berusia > 18 tahun dari 15,4% meningkat menjadi  21,8 %. Hal ini disebabkan  adanya dampak revolusi industri, globalisasi dan kemajuan teknologi serta modernisasi. Obesitas merupakan pintu masuknya Penyakit Tidak Menular lainnya seperti penyakit jantung, stroke, diabetes, hipertensi, arthritis (radang sendi), yang pada akhirnya berdampak pada peningkatan pembiayaan kesehatan. Oleh karena itu, diperlukan upaya pencegahan dan pengendalian obesitas  secara simultan melalui Gerakan Lawan Obesitas.


Obesitas adalah penumpukan lemak berlebihan dalam waktu lama yang dapat mengganggu kesehatan akibat energi yang masuk lebih besar dibanding energi yang dikeluarkan. Obesitas juga ditemukan pada orang dewasa, remaja dan anak-anak. Obesitas memiliki risiko kesehatan yang serius. Menurut riset 2017 dari Harvard T.H. Chan School of Public Health, orang yang mengalami kenaikan berat badan 2 hingga 9 kilo sebelum usia 55 tahun meningkatkan risiko kematian dini dan penyakit tidak menular seperti:



  1. penyakit kardiovaskular (terutama penyakit jantung iskemik (23%) dan stroke), yang merupakan penyebab utama kematian saat ini

  2. diabetes (44%),

  3. gangguan muskuloskeletal (terutama osteoartritis - penyakit degeneratif sendi yang sangat melumpuhkan)

  4. beberapa kanker (7-41%). (termasuk endometrium, payudara, ovarium, prostat, hati, kandung empedu, ginjal, dan usus besar).

  5. Obesitas pada anak adalah salah satu tantangan kesehatan masyarakat paling serius di abad ke-21. Anak-anak yang kelebihan berat badan cenderung menjadi orang dewasa yang gemuk. Mereka lebih cenderung mengidap diabetes dan penyakit kardiovaskular pada usia yang lebih muda daripada anak yang kelebihan berat badan. Anak-anak yang mengalami obesitas mengalami kesulitan bernapas, peningkatan risiko patah tulang, hipertensi, penanda awal penyakit kardiovaskular, resistensi insulin dan efek psikologis, yang pada gilirannya akan lebih mungkin mengalami kecacatan dan kematian dini.


Peningkatan Angka Obesitas dan Beban Pembiayaan Kesehatan


Peningkatan angka obesitas di Indonesia secara signifikan menyebabkan juga peningkatan beban biaya kesehatan akibat PTM. Meningkatnya kasus PTM akan menambah beban masyarakat dan pemerintah. 


Angka kematian disebabkan oleh penyakit kardiovaskuler dan diabetes di Indonesia yang lebih besar dari pada angka kematian dunia. Keadaan ini mengakibatkan beban biaya kesehatan terbesar di Indonesia saat ini disebabkan oleh PTM.


Jumlah kerugian ekonomi akibat kematian dini dan sakit kurang lebih mencapai 1/3 GDP Nasional, di mana 70%nya disebabkan oleh PTM. 


Data Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS) tahun 2017, yang menunjukkan bahwa 5,7% peserta JKN (10.801.787 orang) mendapat pelayanan untuk penyakit katastropik dan menghabiskan biayakesehatan sebesar 14,6 triliun rupiah (21,8%) dari seluruh biaya pelayanan kesehatan, dengan porsi terbesar adalah untuk pembiayaan penyakit jantung sebesar 50,9% atau 7,4 triliun rupiah diikuti dengan pembiayaan penyakit ginjal kronik sebesar 17,7% atau 2,6 triliun rupiah.


Mengatur Energi  Secara Seimbang Cegah Obesitas


Mengingat bahaya akibat obesitas ini, maka perlu dilakukan pencegahan dan penanggulangannya. Pencegahan obesitas adalah dengan cara mengatur agar energi yang masuk harus seimbang dibanding energi yang dikeluarkan, sementara untuk penanggulangan obesitas maka perlu diatur agar energi yang masuk lebih kecil dibanding dengan energi yang dikeluarkan.


Obesitas dapat dicegah dengan perubahan gaya hidup. Upaya yang dilakukan untuk pencegahan dan penanggulangan obesitas harus oleh semua pihak. Lingkungan dan masyarakat yang mendukung sangat penting dalam menentukan pilihan orang, dengan menyediakan pilihan makanan yang lebih sehat dan aktivitas fisik reguler sebagai pilihan termudah (pilihan yang paling mudah diakses, tersedia, dan terjangkau).


Sedangkan untuk pencegahan Obesitas di tingkat individu, diharapkan tiap-tiap orang dapat melakukan:



  1. Pembatasan asupan energi dengan membatasi konsumsi gula, lemak dan garam

  2. Meningkatkan konsumsi buah dan sayuran, dan

  3. Melakukan aktivitas fisik rutin (minimal 30 menit sehari untuk anak-anak atau 150 menit dalam seminggu).


Cegah Bunuh Diri melalui Promotif dan Preventif


Suicidal behavior” atau perilaku bunuh diri telah lama dikenali dalam sejarah, akan tetapi prevalensi nya semakin meningkat . Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir telah mencapai angka yang kritis. Secara global  WHO menyebutkan lebih dari 000 orang meninggal setiap tahunnya atau sekitar 1 orang setiap 40 detik karena bunuh diri.


Data dari Mental Health Atlas tahun 2017 menyebutkan angka 3,4 / 100.000 populasi. Perilaku bunuh diri ini menjadi penyebab kematian no.2 terbanyak pada kelompok usia 15-29 tahun. Berikut beberapa data terkait prevalensi perilaku bunuh diri :



  • Tingkat prevalensi angka bunuh diri di Negara berpenghasilan tinggi ternyata lebih tinggi dibandingkan di Negara berpenghasilan rendah atau menengah (12,7% : 11,2% per 100.000 populasi). Contoh 3 negara terbesar akan kasus bunuh diri per 100.000 populasi yaitu diantaranya Guyana, Korea dan Sri Lanka. Tetapi di Indonesia sendiri belum ada angka prevalensi nasional. Menurut penelitian dikatakan bahwa angka bunuh diri di kota Jakarta pada tahun 1995-2004 mencapai 5,8/100.000 penduduk. Begitupun laporan dari WHO di tahun 2010 menyebutkan angka bunuh diri di Indonesia mencapai 1,6 hingga 1,8% per 100.000 jiwa. Didukung oleh data dari kepolisian RI terdapat 981 kasus (2012) dan 921 kasus (2013) dan 457 kasus (sampai dengan Februari tahun 2014). Serta WHO menyatakan bahwa kasus bunuh diri tertinggi pada kelompok umur 15-29 (2015).

  • Berdasarkan data Global School Based Student Health Survey (2015) di Indonesia, ide bunuh diri remaja perempuan sebesar 5,9% sedangkan laki-laki sebesar 4.3%. akan tetapi bunuh diri pada anak laki-laki lebih tinggi daripada anak perempuan, yaitu 4,4% dan perempuan 3,4%


Dalam rangka Hari Pencegahan Bunuh Diri yang jatuh pada Selasa bulan yang lalu (tanggal 10 September 2019), WHO telah membuat kampanye berjudul aksi 40 detik. Yang mana kampanye ini dibuat untuk mengajak seluruh dunia perhatian atas meningkatkan kasus bunuh diri secara global.


Program Pencegahan yang dapat dilakukan di lingkungan sektor kesehatan diantaranya:



  • Peningkatan kapasitas petugas kesehatan dan kader dalam bentuk deteksi dini, intervensi krisis, manajemen gangguan jiwa

  • Pengembangan Klinik Sehat Jiwa di Puskesmas

  • Pelatihan Kader

  • Pengembangan Posyandu Lansia Plus

  • Rakor evaluasi lintas sektor, dan Monitoring dan Evaluasi.


"Dengan adanya peringatan pada hari ini , kita dapat semakin menekan atau mengurangi angka gangguan penglihatan dan kebutaan,  menurunkan angka obesitas, dan meningkatkan kesehatan jiwa masyarakat untuk mewujudkan  Bangsa Indonesia yang sehat, bermutu, produktif dan berdaya saing tinggi, menuju tercapainya SDM unggul, Indonesia maju" ujar Anung pada akhir sambutan.


Sebelumnya diserahkan sejumlah 500 kacamata bagi anak-anak siswa sekolah 


Newsletter

Tetap terhubung dengan kami untuk Update info terbaru agenda-agenda PTM Kementerian Kesehatan Indonesia.

Agenda Mendatang
14 March 2024
Hari Ginjal Sedunia - 14 Maret 2024
03 March 2024
Hari Pendengaran Sedunia 2024
04 March 2024
Hari Obesitas Sedunia 2024
27 March 2024
Webinar Hari Ginjal Sedunia 2024
07 March 2024
Seminar Puncak Hari Pendengaran Sedunia 2024
Selengkapnya